Sebut saja namanya Indah (18) (bukan nama sebenarnya), menjelang
beberapa bulan ujian akhir nasional, ia harus menerima kenyataan
dikeluarkan secara sepihak dari sekolahnya. Tepatnya pada Senin, 24
September 2012, ia dikeluarkan dari SMK Hasanudin, Eretan, Indramayu. Ia
dikeluarkan secara sepihak karena pada saat ia dikeluarkan, orang
tuanya tidak ikut dilibatkan termasuk diinformasikan kasus yang menimpa
anaknya, surat hanya ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Pada saat para
guru dan beberapa teman menuduhnya, dia sama sekali tidak diberi
kesempatan untuk menerangkan kondisi yang sebenarnya. Ia selalu dilarang
bicara oleh gurunya. Sebelum diberikan surat keputusan dikeluarkan dari
sekolah tersebut, ia dan teman sekelasnya, Andi (bukan nama sebenarnya)
dipukul sebanyak dua kali oleh guru dan salah seorang petugas mushola
yang mengaku menyaksikan perilaku mereka di kamar mandi siswa.
Belum usai rasa malu akibat tercemar nama baiknya, Indah juga harus
menerima kenyataan dari rasa sakit akibat visum yang dilakukan secara
tidak wajar untuk membuktikan bahwa ia masih perawan. Visum dilakukan
atas perintah petugas kepolisian resort (Polres) Indramayu saat ia dan
keluarganya melaporkan perilaku kekerasan dan tuduhan dari pihak sekolah
kepadanya. Demi membuktikan bahwa ia tidak bersalah dan masih perawan,
ia pun menurut saja apa yang diperintahkan oleh pihak kepolisian untuk
memeriksa keperawanannya. Sayangnya, akibat visum yang sangat tidak
wajar, ia harus menderita sakit di bagian organ vitalnya selama
berminggu-minggu bahkan sampai sekarang.
Berniat Membantu Teman
Kali pertama menemuinya, dia masih bisa bersikap tegar dengan
menyunggingkan senyum manisnya, sehingga siapa sangka bahwa sebulan lalu
dia baru saja dikeluarkan secara sepihak oleh pihak sekolah. Juga,
siapa sangka bahwa selama beberapa minggu ini dia merasakan sakit yang
sangat di bagian vaginanya setelah diminta membuktikan keperawanannya
dengan visum yang sangat tidak wajar. Ketidakwajaran tersebut juga
diungkapkan oleh salah satu bidan di desanya saat ia berobat untuk
memeriksakan rasa sakit akibat visum selama berminggu-minggu. Menurut
bidan tersebut, tidak seharusnya tes keperawanan dilakukan dengan cara
yang sangat tidak wajar seperti yang dialaminya ketika di visum di salah
satu rumah sakit di Indramayu.
Dituduh melakukan tindak asusila di kamar mandi mushola sekolah serta
tidak mendapatkan kesempatan untuk menjawab tuduhan tersebut,
membuatnya menyepakati tes keperawanan tersebut. Saat itu, bagi Indah,
apapun akan ia lakukan untuk membuktikan bahwa ia masih perawan dan
tidak melakukan tindak asusila yang dituduhkan padanya.
Selama ini, Indah sendiri dikenal sebagai sosok yang sangat toleran
dan suka membantu teman, hal ini juga yang dilakukannya ketika ada salah
satu teman sekelasnya (laki-laki) mendapatkan sejumlah luka di bagian
tubuhnya. Siang usai solat sunnah Duha, dia pun berniat membantu
temannya tersebut untuk mengobati lukanya dengan meminjam obat luka
seperti Betadin dan kapas di ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS).
Karena lukanya di bagian dada dan punggung, maka ia pun harus
membantu temannya tersebut di ruang tertutup, yaitu saat itu ia dan
temannya memilih di toilet mushola sekolah. Tanpa diduga, beberapa menit
kemudian datang beberapa orang berteriak dan menuduh mereka tengah
berbuat mesum. Salah seorang yang menuduh mereka di antaranya seorang
petugas mushola yang juga mengaku merekam perilaku mereka. Tanpa
menanyakan terlebih dahulu, Andi (teman Indah) pun ditampar, selain
ditampar petugas mushola, Andi juga ditampar salah satu guru ketika
sudah sampai di ruang guru. Kali ini bukan hanya Andi yang ditampar,
Indah juga ikutan ditampar pipinya.
“Padahal apa yang mereka tuduhkan itu sama sekali nggak bener,
jelas-jelas saya bawa betadin dan baju saya masih utuh dan rapat. Niat
saya hanya ingin membantu teman yang kesakitan karena luka lebam di
badannya akibat main bola,” paparnya.
Tidak Diberi Kesempatan Bicara
Sayangnya, meskipun berkali-kali membuka mulutnya untuk menjawab
tuduhan, namun dia selalu dilarang oleh gurunya yang menurutnya
jelas-jelas tidak faham duduk persoalannya. Karena tidak ada pilihan
lain, maka Indah dan Andi pun bungkam. Sementara semua mata teman-teman
dan guru-guru lain sudah berteriak dan menatapnya marah. Keduanya
benar-benar tidak diberi hak berbicara untuk menjawab tuduhan yang
dilemparkan padanya.
“Setiap saya ingin bicara untuk menerangkan yang sebenarnya, saya
sama sekali tidak diberi kesempatan oleh guru saya. Padahal semua
tuduhan itu tidak benar. Pak guru selalu bilang “Udah, kamu diem aja!,” jadi saya nggak punya
kesempatan untuk membuktikan bahwa tuduhan itu tidak benar,” terang
Indah yang sesekali matanya mulai berkaca namun masih sempat ditahannya.
Dikeluarkan Secara Sepihak
Di hari yang sama setelah dituduh melakukan perilaku asusila,
keduanya tiba-tiba langsung mendapatkan Surat Keterangan Pindah Sekolah.
Namun menurut Indah, ada yang tidak wajar dari surat tersebut, karena
selain dibuat secara instan, surat tersebut juga hanya ditandatangani
oleh Kepala Sekolah. Hal tersebut juga diungkapkan ibunya Indah yang
mengaku tidak dipanggil oleh pihak sekolah terkait kasus yang menimpa
anaknya. Meskipun ada kolom tanda tangan Orang Tua/Wali, namun kolom
tersebut sengaja dikosongkan.
“Padahal seharusnya orang tua saya dipanggil terlebih dahulu agar
mereka mengetahuinya. Namun ini hanya ditandatangani Kepala Sekolah.
Selain itu yang membuat saya aneh, mereka itu seakan sudah menyiapkan
surat pengeluaran saya di hari-hari sebelumnya,” ungkap Indah.
Hal janggal lainnya adalah ketika keluarganya datang ke sekolah untuk
meminta rekaman video perbuatannya, tidak ada satu orang pun yang
mengaku memiliki rekaman video tersebut. Bahkan kepala sekolah pun
sampai bersumpah bahwa ia tidak mendapatkan rekaman video tersebut.
Rekaman video tersebut pernah disebut-sebut seseorang yang katanya
mengaku merekam perilaku mereka di kamar mandi.
“Namun anehnya, ketika kami meminta ingin melihat video tersebut,
semua orang mengaku tidak melihat bahkan memilikinya. Jadi tidak jelas
videonya ada atau tidak,” tuturnya.
Tes Keperawanan yang Tidak Wajar
Untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah dan tidak melakukan tindak
asusila seperti yang dituduhkan sekolahnya, keluarga Indah pun akhirnya
melaporkannya ke pihak kepolisian resort (Polres) Indramayu. Tidak
disangka, dari Kepolisian malah memintanya melakukan visum dan
membuktikan bahwa ia tidak pernah melakukan hubungan seksual dan dia
masih perawan.
“Kalau saya, apapun akan saya lakukan untuk membuktikan bahwa saya
tidak bersalah termasuk untuk tes keperawanan. Jadi saya menurut saja
ketika polisi meminta saya untuk visum di rumah sakit,” ungkapnya.
Namun, siapa sangka bahwa tes keperawanan yang dibayangkannya bersama
keluarganya sangat berbeda dengan apa yang dialaminya. Oleh dua suster
dan satu dokter, dia menjalani tes keperawanan yang menurutnya cukup
lama, bahkan dia mengaku berteriak dan menangis karena kesakitan. Usai
dilakukan visum, ia tidak bisa mendapatkan langsung hasilnya, ia bahkan
tidak mendapatkan nasihat apapun dari si dokter. Selain itu, hal yang
tidak terduga, rasa sakit usai visum, membuatkan tidak bisa hidup nyaman
selama berminggu-minggu lamanya.
“Saya trauma baget, karena sampai sekarang juga masih merasa sakit,
lalu ibu mengantar ke Puskesmas dan konsultasi ke bidan. Ternyata, kata
bidan, tes keperawanan seharusnya tidak demikian. Itu tes keperawanan
yang keliru,” paparnya lagi.
Sementara menurut orang tua Indah (ibunya), tes keperawanan yang
dialami puterinya ternyata tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
“Saya pikir tes keperawanan itu sekarang sudah modern seperti melalui
computer. Tapi kok malah diperiksa sampai ke masuk dalem gitu, sampai anak saya teriak-teriak mengeluh kesakitan dibiarkan saja. Kalau tahu seperti itu, mendingan gak usah divisum,” ungkapnya.
Mendapat Teror
Pasca dituduh melakukan perilaku asusila dan dikeluarkan dari
sekolah, bukan hanya nama baiknya dan orang tuanya yang sudah tercemar.
Kini hampir seluruh desa mengetahui kabar yang jelas merupakan aib bagi
keluarganya. Bahkan kini bukan hanya keluarganya yang sering
diperlakukan sejumlah tetangga dengan kata-kata yang tidak mengenakkan,
Indah sendiri sampai sekarang sering mendapatkan telfon dan sms-sms yang
bernada kecaman, caci maki dan ancaman.
“Sms-sms tersebut ada yang secara terang-terangan ditulis
pengirimnya, seperti ada sms perwakilan kelas 12A, kelas saya. Karena
tidak tahan, sms-sms itu sudah saya hapus. Ada lagi yang terbaru yang
belum saya hapus, tapi cuma satu sms,” ungkapnya yang kemudian
menunjukkan sms itu kepada kami (Fahmina).
Masih Menunggu Perkembangan dari Kepolisian
Kini sudah beberapa minggu setelah melaporkan kasusnya ke Polres
Kabupaten Indramayu, Indah dan keluarganya belum mendapatkan informasi
perkembangan kasusnya. Sementara itu Yayasan Fahmina bekerjasama dengan
Women Crisis Center (WCC) Balqis sudah siap melakukan pendampingan kasus
Indah, namun masih menunggu perkembangan kasus yang kini sedang
ditangani kepolisian. Proses pendampingan akan dilakukan setelah
mendapatkan informasi perkembangan kasus Indah yang sudah dilaporkan ke
Polres sebelumnya, serta dilakukan setelah pihak keluarga mengizinkan
proses pendampingan dilakukan oleh LSM.
Tes Keperawanan Tidak Ada Urgensinya
Wacana untuk melakukan tes keperawanan bagi calon siswa sekolah
menengah atas (SMA) merupakan tindakan yang sangat terbelakang. Bahkan
bisa dibilang barbar. Ini adalah wacana yang sangat lebih dari
terbelakang. Kebijakan yang dikeluarkan dengan logika yang sangat salah.
Tes keperawanan merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Pertama, karena hanya perempuan yang memungkinkan terdeteksi perawan
atau tidaknya. Sedangkan laki-laki tidak bisa terdeteksi keperjakaannya.
Kedua, diskriminasi perempuan di bidang pendidikan, jika kemudian
terbukti si perempuan tidak perawan, lalu ditolak dan tidak mendapatkan
akses pendidikan. Padahal pendidikan adalah hak dasar setiap warga
negara yang harus diberikan penyelenggara negara. Diskriminasi di bidang
pendidikan sudah menyalahi Undang-Undang Dasar 1945.
Indramayu adalah salah satu daerah yang Bupatinya memberlakukan
kebijakan tes keperawanan bagi siswi di Indramayu sebagai syarat masuk
sekolah. Tahun 2007, wacana pemberlakua kebijakan oleh Bupati ini pernah
menuai kritik dari banyak pihak. Karena tes keperawanan bagi calon
siswa tidak ada urgensinya. Karena hanya melihat dimensi keperawanan
dari satu perspektif saja. Padahal, keperawanan bukan hanya karena
hubungan seks. Selaput dara perempuan bisa saja robek karena jatuh dari
sepeda. Kebijakan ini sangat mundur dan tidak memiliki perspektif
kemajuan. Seharusnya kita sudah tidak lagi mempersoalkan keperawanan
yang sangat personal. Dalam hal ini, seharusnya, penyelenggara negara
membuat kebijakan yang membuat remaja lebih produktif. Seperti membuat
arena olahraga atau kesenian yang mendorong remaja beraktivitas.
Jika persoalannya adalah menyikapi kenakalan remaja, tes keperawanan
adalah cara yang tidak akan efektif. Pendidikan reproduksi di rumah atau
di sekolah akan lebih efektif untuk mengatasinya. Akan lebih efektif
lagi jika negara menyelenggarakan pendidikan seks untuk remaja seputar
kesehatan reproduksi (Kespro). Remaja menjadi lebih paham perilaku
seperti apa yang bisa menyebabkan kehamilan, serta bisa menghindari
terjadinya kehamilan tidak diinginkan.
Tes keperawanan tidak menawarkan solusi apapun, termasuk untuk orang
tua dalam mengawasi perilaku anaknya. Pemahaman mengenai hukuman sosial
atau pengucilan sosial jika remaja hamil juga bisa menambah pemahaman
remaja untuk menjaga perilakunya.
*Tulisan ini berdasarkan hasil wawancara langsung dengan korban dan
orang tua korban di rumahnya pada Rabu (24 Oktober 2012). Tulisan ini
berharap dapat membangun opini publik untuk tidak mendukung kebijakan
sekolah yang tidak adil dalam kebijakanya dan melakukan diskrimansi
gender.
mengurai kehidupan mulai dari istilah gender
-
sudah sangat sering saya mendengar seorang lelaki mengomentari seorang
perempuan yang bersikap atau melakukan hal-hal yang selama ini dilakukan
oleh lelaki...
11 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
terimakasih sudah membaca, mari kita berbagi pengalaman hidup :)