aku harus menemuimu. dan kau harus menemuiku. kali ini pertemuan kita
harus berhasil. kau sudah terlalu lama mengulur waktu. begitu pun aku
yang dengan sangat sengaja dan jelas-jelas mengulur waktu pertemuan
kita. jangan berfikir aku akan menangis di pundakmu. bukankah aku tak
pernah melakukannya. ya, aku memang pernah mengatakannya melalui pesan
singkatku. tapi sebenarnya tidak. kau tau? ketika aku mengulur waktu
dengan sengaja, ketika itu pula aku tak ingin bergantung padamu. seperti
aku yang sebelumnya.
saat-saat mengulur waktu adalah saat di mana ruang kepalaku kosong tanpa
sesuatu tentangmu. ini kejujuran. kau pun mungkin merasakan hal yang
sama sepertiku saat mengulur waktu. bukan berarti aku memaksakan diri
mengosongkan pikiranku tentangmu. tidak. aku tidak terbiasa memaksakan
diri akan sesuatu. segalanya terjadi begitu saja. dan seperti yang
kupikirkan. kau pun ternyata mengalami hal serupa. lalu aku berfikir,
kenapa bisa begini? ada masa aku terlalu ingin menemuimu atau sekadar
mendengar bisikanmu di telingaku. tapi ada saatnya juga aku sama sekali
melupakan hal-hal tentangmu.
tapi kali ini aku harus menemuimu, sepertihalnya kau yang juga harus
menemuiku. lalu kau akan mengajakku pada dunia di luar duniaku.
begitupun aku yang terkadang memaksamu memasuki duniaku. tapi itu dulu.
sekarang dunia kita sama. biasanya, ketika aku terlalu lama mengulur
waktu, aku akan bertanya “apakah kau muak padaku?”. apakah ada warna
yang berbeda di rupaku? apakah kau melihatnya? ketika kau menjawab kau
melihatnya, maka aku akan tertawa. karena aku tau kau salah. tak ada
yang berubah dariku. aku tetap kosong. tak ada warna apapun di sana. aku
sendiri tidak memahami kenapa aku tetap kosong. mungkin aku harus mulai
mengisinya dengan sesuatu. termasuk menghabiskannya dengan berdebat
bahwa aku harus mengambil resiko, bekerja keras demi sebuah keajaiban
yang kuciptakan sendiri. aku hanya butuh memahami keajaiban hidup
sepenuhnya, jika kumengizinkan hal-hal yang tak terduga terjadi.
seperti kenapa aku harus mencari alasan secara terus menerus kenapa aku
tak bahagia. padahal jelas, Tuhan memberiku matahari, juga satu saat di
mana kita mampu mengubah segala sesuatu yang membuat kita tidak bahagia.
tak seharusnya aku berpura-pura tak mengalaminya, menganggap saat itu
tidak ada, bahwa hari ini sama dengan hari kemarin dan tidak akan
berbeda dengan hari esok. aku seharusnya sungguh-sungguh memperhatikan
kehidupanku, dan berharap akan menemukan saat magis itu. yang bisa saja
muncul ketika kita melakukan sesuatu yang remeh seperti diumpamakan
Paulo Coelho, dengan menyiapkan anak kunci pintu muka ke lubangnya; saat
itu juga bisa bersembunyi dalam keheningan sesudah makan siang, atau
dalam seribu satu hal yang bagi kita tampak sama saja.
kali ini aku masih menunggumu untuk menemuimu. sepertinya aku selalu
yakin aku akan menemuimu di satu saat dan tempat. seperti biasa, kita
akan memulainya dengan kata yang tak pernah kuungkap seperti yang sudah
kurangkai sebelumnya. tapi lagi-lagi aku gagal mengungkapkannya. apakah
kau juga demikian? tidak, aku harus berhenti menebak-nebak. tapi kita
memang lucu. tidak, yang lucu adalah aku. kau tidak. meskipun mereka
sering terpingkal dengan selorohmu. tapi bagiku kau tak lucu. tepatnya,
tak ada yang lucu di sana. ya, tepatnya di bola matamu. tapi aku tak
ingin berlama menatapnya. karena aku akan sakit setelahnya. aku seperti
merasakan takut berlebih. takut tak bisa menemuimu lagi. takut tak bisa
lagi mengulur waktu hanya untuk menemuimu. takut tak lagi merasakan
debar seperti ketika kau mengajakku menemuimu.
mengurai kehidupan mulai dari istilah gender
-
sudah sangat sering saya mendengar seorang lelaki mengomentari seorang
perempuan yang bersikap atau melakukan hal-hal yang selama ini dilakukan
oleh lelaki...
11 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
terimakasih sudah membaca, mari kita berbagi pengalaman hidup :)